Biografi Andrea Hirata (Dewi Ika Nurjanah / 14)
Andrea Hirata
Andrea
Hirata merupakan seorang
penulis Indonesia yang berasal dari Pulau Balitong, Bangka Belitung. Ia lahir
pada tanggal 24 Oktober1982
di sebuah desa yang miskin di pelosok Pulau Belitong. Ia adalah anak ke-4 dari pasangan Seman
Said Harunayah dan NA Masturah. Desa miskin yang kehidupan di dalamnya serba
pas-pasan itu secara langsung sangat mempengaruhi kepribadian Andrea sejak kecil.
Kepribadian Andrea terbentuk dari lingkungan yang memprihatinkan, sedih, penuh dengan rintangan hidup yang berat.
Dengan segala keterbatasan tersebut, Andrea tetap menjadi anak
periang yang sesekali berubah menjadi pemikir saat menimba ilmu di sekolah. Selain
itu, ia juga kerap bermimpi
tentang masa depannya.
Andrea
menempuh pendidikan dasarnya
di sebuah Sekolah Dasar yang bernama SD
Muhammadiyah, kondisi
bangunannya sangat mengenaskan bahkan
hampir
rubuh. Namun karena ketiadaan biaya, ia terpaksa bersekolah di sekolah tersebut. Ayahnya, bekerja sebagai kuli timah di
sebuah perusahaan timah di Belitong. Sementara, ibunya hanya sebagai Ibu rumah tangga. Walaupun harus
menimba ilmu di bangunan yang tidak
nyaman, Andrea tetap memiliki motivasi yang cukup besar untuk belajar. Di sekolah itu,
ia bertemu dengan sahabat-sahabatnya yang dijuluki dengan sebutan Laskar Pelangi
dan juga
seorang
guru istimewa
yang hingga kini sangat dihormatinya, yakni NA Muslimah. Bu Muslimah ialah sosok
yang dijadikan Andrea sebagai motivatornya.
Setelah Andrea menamatkan pendidikan di kampung halamannya hingga SMA, ia yang berkeinginan kuat untuk menempuh pendidikan ke
perguruan tinggi dan juga menjadi penulis, akhirnya merantau ke Jakarta. Degan
penuh perjuangan, Andrea berhasil masuk ke Universitas Indonesia di Fakultas
Ekonomi. Setelah lulus dari UI, Andrea kemudian mendapatkan beasiswa Uni Eropa
untuk studi Master of Science di Universitѐ de Paris, Sorbonne, Perancis dan
Sheffield Hallam University, United Kingdom. Tesis Andrea dalam bidang
telekomunikasi mendapatkan penghargaan dari kedua Universitas tersebut, ia pun
lulus dengan status cum laude dan mampu meraih gelar Master Uni Eropa. Tesis
tersebut telah diadaptasikan ke dalam Bahasa Indonesia dan merupakan buku teori
telekomunikasi pertama yang ditulis oleh orang Indonesia, buku itu telah
beredar sebagai referensi ilmiah.
Pada tahun 1997, Andrea Hirata resmi bekerja di PT. Telkom. Niatnya
untuk menjadi seorang penulis kembali membuncah saat ia menjadi relawan untuk
korban tsunami di Aceh. Ketika ia melihat rumah, sekolah, dan berbagai bangunan
yang ambruk hal itu membangkitkan memori tentang masa kecilnya dan juga Bu Mus,
ia pun memantapkan hatinya untuk menuliskan perjuangan guru tercintanya ke
dalam sebuah karya sastra. Akhirnya, Andrea berhasil membuat novel Laskar
Pelangi hanya dalam waktu tiga minggu.
Nama Andrea Hirata semakin melejit seiring kesuksesan novel pertamanya,
Laskar Pelangi. Selain Laskar Pelangi, ia juga menulis Sang Pemimpi, Enderson,
serta Maryamah Karprov. Keempat novel tersebut tergabung dalam tetralogi, walaupun
sebenarnya Andrea tidak berniat untuk mengirimkan novelnya kepada penerbit.
Begitu banyak penghargaan yang diterima Andrea Hirata, beberapa di antaranya
adalah penghargaan dari Khatulistiwa Literaly Award (KLA) pada tahun 2007,
Aisyiyah Award, Paramadina Award, Netpac Critics Award, dsb. Sukses dengan
novel tetraloginya, Andrea mulai merambah ke dunia perfilm-an. Novelnya yang
pertama telah diangkat ke layar lebar dengan judul yang sama, yaitu Laskar
Pelangi pada tahun 2008.
Menjadi seorang penulis novel terkenal mungkin tak
pernah ada dalam pikiran Andrea Hirata sejak masih kanak-kanak. Berjuang untuk
meraih pendidikan tinggi saja, dirasa sulit kala itu. Namun, seiring dengan
perjuangan dan kerja keras tanpa henti, Andrea mampu meraih sukses sebagai
penulis memoar kisah masa kecilnya yang penuh dengan keperihatinan. Kini,
Andrea sangat disibukkan dengan kegiatannya menulis dan menjadi pembicara dalam
berbagai acara TV. Penghasilannya pun sudah termasuk paling tinggi sebagai
seorang penulis. Namun , beberapa pihak sempat meragukan isi dari novel Laskar
Pelangi yang dianggap terlalu berlebihan. “Ini kan novel, jadi wajar seandainya
ada cerita yang sedikit digubah,” ungkap Andrea yang memiliki impian tinggal di
Kye Gompa, desatertinggi di dunia yang terletak di pegunungan Himalaya.
Kesuksesannya sebagai seorang penulis tentunya membuat Andrea bangga dan
bahagia atas hasil kerja kerasnya selama ini. Namun ia tak lupa, pada
orangtuanya. Setiap tahun setidaknya Ia masih menyempatkan diri untuk
mengunjungi orangtuanya di Belitong.
Komentar
Posting Komentar